Selasa, 10 April 2007

ADAB ORANG YANG BELAJAR ILMU -2



(Adapun) adab orang yang belajar ilmu serta gurunya yang mengajar akan dia itu beberapa perkara, tetapi disebutkan oleh Imam al-Ghazali رحمه الله تعالى di dalam Bidayah al-Hidayah sebelas perkara.

(Pertama) apabila berdapat [bertemu] dengan gurunya, maka hendaklah mendahului memberi salam.

(Kedua) bahwa jangan membanyakkan berkata-kata pada hadapan gurunya itu.

(Ketiga) bahwa jangan ia berkata dengan barang yang tiada izin oleh gurunya.


(Keempat) jangan ia bertanya akan gurunya melainkan kemudian daripada meminta izin daripada [guru]nya.

(Kelima) bahwasanya jangan ia menyangkal akan perkataan gurunya itu dengan katanya, “si polan menyalahi akan [menyatakan lain daripada apa] yang engkau kata itu”, atau barang sebagainya.

(Keenam) bahwa jangan ia memberi isyarat akan gurunya itu dengan menyalahi akan bicara gurunya, lalu menyangka-i bahwa [dia] terlebih benar daripada gurunya; atau terlebih tahu ia daripada gurunya. Maka yang demikian itu kurang adab kepada gurunya lagi kurang berkat.

(Ketujuh) bahwa jangan ia berbisik-bisik dengan orang yang sama duduk pada hadapan gurunya itu.

(Kedelapan) bahwa jangan ia berpaling ke kiri dan ke kanan pada hadapan gurunya itu, hendaklah ia duduk tunduk lagi beradab seolah-olah ia di dalam sembahyang.

(Kesembilan) bahwa jangan ia membanyakkan pertanyaan kepada gurunya itu tatkala segan [kurang suka] gurunya itu daripada berkata-kata, atau tatkala ia lelah [letih atau penat].


(Kesepuluh) apabila berdiri gurunya atawa [atau] baharu datang gurunya itu kepada kita, maka hendaklah ia berdiri pula kerana menta’dzimkan akan gurunya itu, dan jangan diikuti pada ketika bangkitnya itu dengan pertanyaan dan soal, dan jangan bertanya masalah pada ketika ia berjalan hingga sampai kepada tempat duduknya itu, melainkan kerana dharurat [terpaksa] maka iaitu tiada tertegah bertanya di dalamnya.

(Kesebelas) jangan jahat sangka akan gurunya itu pada segala perbuatannya yang dzahir menyalahi i’tiqadnya, atau bersalahan perbuatan gurunya itu pengetahuannya, atau dengan adatnya, kerana gurunya itu terlebih tahu dengan segala hukum syara’ dan segala rahsia syariat, (seperti) hikayat Nabi Musa dan Nabi Khidhir عليهما السلام. Maka bahwasanya perbuatan Nabi Khidir عليه السلام memasukkan [merosakkan] akan perahu orang yang tempat ia menumpang akan dia [ perahu orang yang memberi mereka tumpang naiki dalam kejadian yang pertama], dan membunuh ia akan kanak-kanak yang belum berdosa; maka dzahir perbuatan Nabi Khidir عليه السلام itu menyalahi ia akan syariat. Dan sebab itu maka menegur Nabi Musa عليه السلام akan dia pada permulaan [pertemuan mereka]. Tetapi pada hakikatnya, tiada menyalahi ia akan syariat. Dan dengan sebab itulah bahwa Nabi Musa عليه السلام pada akhir perbuatannya itu membenarkan akan Nabi Khidir عليه السلام itu serta taslim ia akan dia.

_______

[Catatan: Kisah pershahabatan atau bergurunya Nabi Musa عليه السلام kepada Nabi Khidhir عليه السلام ini adalah merupakan kisah dua orang Nabi عليهما السلام yang ma’sum, yang mendapat wahyu dari Allah. Kisah ini dibawakan adalah sebagai ibarat untuk menjelaskan adab seseorang murid dengan guru, dimana untuk menyatakan hakikat bahwa guru yang dipimpin oleh Allah (mursyid) biasanya lebih faham akan rahsia syariat. Dan jangan terburu-buru untuk menyalahinya. Dan juga untuk memberi pengajaran, walau hebat mana dan tinggi mana sekalipun ilmu seseorang, maka dia janganlah kagum dan lalai dengan ilmunya yang ada, dan hendaklah menyedari bahwa diatas setiap orang yang berilmu itu ada lagi yang lebih berilmu. Apatah lagi kita yang tiada ilmu ini, janganlah semberono menyanggah pendapat-pendapat ulama. Beradablah dengan ’ulama! Beradablah dengan para ’ulama! Beradablah dengan ’ulama! Adapun tentang kisah antara Nabi Musa dan Nabi Khidhir عليهما السلام ini memerlukan satu penulisan yang lain mengenainya - insyaAllah andaikata ada kesempatan dan keizinanNya. والله أعلم]

[Dipetik dari kitab Sairus Salikin, Juzuk 1, halaman 15–16; karangan Shaikh Abdusshamad al-Falimbani; Cetakan Sulaiman Mar’ie; 1953M – 1372H]

وماتوفيقي إلابالله عليه توكلت وإليه انيب
- abu zahrah –

2 komen:

~albazrah~ berkata...

Assalamu'alaikum pak cik,

Saya nak mewakilkan Syarikat Maknawiyyah ke-2 kpd pak cik membacakn doa khatam dan hadiahkan kepada Almarhum Tuan Guru. Iaitu pada hari Jumaat nanti. Syarikat Maknawiyyah pertama saya nak wakilkan kepada Abu Muhammad.

Minta tolong ya pak cik. Wassalam

al-fagir abu zahrah berkata...

InsyaAllah. Lepas Jumaat pakcik akan buat kat rumah.

Related Posts with Thumbnails