Kebenaran Sebagai Kayu Pengukur
Dalam sebuah riwayat diceritakan, pada suatu hari Luqman al-Hakim telah masuk ke dalam pasar dengan mengenderai seekor himar, manakala anaknya mengikuti dari belakang. Melihat tingkahlaku Luqman itu, sebahagian orang pun berkata: “Lihat! Itu ayah yang tidak bertimbang rasa, masakan anaknya dibiarkan berjalan kaki.”
Setelah mendengarkan desas-desus dari orangramai maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu diletakkan anaknya di atas himar itu. Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula: “Lihat! Ayahnya berjalan kaki sedangkan anaknya mengenderai himar itu, sungguh kurang adab anak itu.”
Sebaik saja mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang himar itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orangramai pula berkata lagi: “Lihat! Dua orang mengenderai seekor himar, tentu perbuatan itu sungguh menyeksakan himar itu.”
Kemudian Luqman dan anaknya turun dari himar itu. Terdengar pula suara orang berkata: “Dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikenderai.”
Dalam perjalanan mereka kedua beranak itu pulang ke rumah, Luqman al-Hakim telah menasihati anaknya tentang sikap manusia dan telatah mereka. Katanya: “Wahai anakku! Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah Ta’ala sahaja. Barangsiapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam apa jua keadaan.”
0 komen:
Catat Ulasan